Ungkapan Dalam Mendidik Anak
Jika anak di besarkan dengan celaan, ia
belajar memaki
Jika anak di besarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi
Jika anak di besarkan dengan ketakutan, ia
belajar gelisah
Jika anak di besarkan dengan rasa iba, ia
belajar menyesali diri
Jika anak di besarkan dengan olok-olok, ia
belajar rendah diri
Jika anak di besarkan dengan dorongan, ia
belajar percaya diri
Jika anak di besarkan dengan toleransi, ia
belajar menahan diri
Jika anak di besarkan dengan pujian, ia
belajar menghargai
Jika anak di besarkan dengan penerimaan,
ia belajar mencinta
Jika anak di besarkan dengan dukungan, ia
belajar menenangi diri
Jika anak di besarkan dengan pengakuan, ia
belajar mengenali tujuan
Jika anak di besarkan dengan rasa berbagi,
ia belajar kedermawaan
Jika anak di besarkan dengan kejujuran dan
keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan
Jika anak di besarkan dengan rasa aman, ia
belajar menaruh kepercayaan
Jika anak di besarkan dengan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak di besarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai
dengan pikiran
Kisah Wanita Yang Selalu Berbicara Dengan
Bahasa Al-Qur’an
Semoga Catatan ini bisa menjadi bahan
Renungan Buat Kita Tentang
Pentingnya menjaga Lidah Kita karena kelak
semua yang keluar dari mulut kita akan
dimintai pertangungjawaban
Berkata Abdullah bin Mubarak
Rahimahullahu Ta’ala :
Saya berangkat
menunaikan Haji ke Baitullah Al-Haram, lalu berziarah ke makam
Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam.
Ketika saya berada disuatu sudut jalan, tiba-tiba saya
melihat sesosok tubuh
berpakaian yang dibuat dari bulu. Ia adalah seorang ibu yang sudah
tua. Saya berhenti
sejenak seraya mengucapkan salam untuknya. Terjadilah dialog dengannya
beberapa saat.
Dalam dialog tersebut
wanita tua itu , setiap kali menjawab pertanyaan Abdulah bin
Mubarak, dijawab
dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an. Walaupun
jawabannya tidak
tepat sekali, akan
tetapi cukup memuaskan, karena tidak terlepas dari konteks pertanyaan
yang diajukan
kepadanya.
Abdullah : “Assalamu’alaikum warahma
wabarakaatuh.”
Wanita tua : “Salaamun qoulan min
robbi rohiim.” (QS. Yaasin : 58) (artinya : “Salam
sebagai ucapan dari
Tuhan Maha Kasih”)
Abdullah : “Semoga Allah merahmati
anda, mengapa anda berada di tempat ini?”
Wanita tua : “Wa man yudhlilillahu
fa la hadiyalahu.” (QS : Al-A’raf : 186 ) (“Barang siapa
disesatkan Allah, maka
tiada petunjuk baginya”)
Dengan jawaban ini,
maka tahulah saya, bahwa ia tersesat jalan.
Abdullah : “Kemana anda hendak
pergi?”
Wanita tua : “Subhanalladzi asra bi ‘abdihi lailan minal
masjidil haraami ilal masjidil aqsa.”
(QS. Al-Isra’ : 1) (“Maha suci Allah yang
telah menjalankan hambanya di waktu malam dari
masjid haram ke masjid
aqsa”)
Dengan jawaban ini
saya jadi mengerti bahwa ia sedang mengerjakan haji dan hendak
menuju ke masjidil
Aqsa.
Abdullah : “Sudah berapa lama anda
berada di sini?”
Wanita tua : “Tsalatsa layaalin
sawiyya” (QS. Maryam : 10) (“Selama tiga malam
dalam
keadaan sehat”)
Abdullah : “Apa yang anda makan
selama dalam perjalanan?”
Wanita tua : “Huwa yut’imuni wa yasqiin.” (QS. As-syu’ara’ : 79) (“Dialah pemberi aku
makan dan minum”)
Abdullah : “Dengan apa anda
melakukan wudhu?”
Wanita tua : “Fa in lam tajidu
maa-an fatayammamu sha’idan thoyyiban” (QS. Al-Maidah :6)
(“Bila tidak ada air
bertayamum dengan tanah yang bersih”)
29
Abdulah : “Saya mempunyai sedikit
makanan, apakah anda mau menikmatinya?”
Wanita tua : “Tsumma atimmus
shiyaama ilallaiil.” (QS. Al-Baqarah : 187) (“Kemudian
sempurnakanlah puasamu
sampai malam”)
Abdullah : “Sekarang bukan bulan
Ramadhan, mengapa anda berpuasa?”
Wanita tua : “Wa man tathawwa’a khairon fa
innallaaha syaakirun ‘aliim.” (QS. Al-
Baqarah:158) (“Barang siapa melakukan
sunnah lebih baik”)
Abdullah : “Bukankah diperbolehkan
berbuka ketika musafir?”
Wanita tua : “Wa an tashuumuu
khoirun lakum in kuntum ta’lamuun.” (QS. Al-Baqarah :
184) (“Dan jika kamu puasa
itu lebih utama, jika kamu mengetahui”)
Abdullah : “Mengapa anda tidak
menjawab sesuai dengan pertanyaan saya?”
Wanita tua : “Maa yalfidhu min
qoulin illa ladaihi roqiibun ‘atiid.” (QS. Qaf : 18) (“Tiada
satu ucapan yang
diucapkan, kecuali padanya ada Raqib Atid”)
Abdullah : “Anda termasuk jenis
manusia yang manakah, hingga bersikap seperti itu?”
Wanita tua : “Wa la taqfu ma laisa
bihi ilmun. Inna sam’a wal bashoro wal fuaada, kullu
ulaaika kaana ‘anhu mas’ula.” (QS. Al-Isra’ : 36) (“Jangan kamu ikuti apa
yang tidak kamu
ketahui, karena
pendengaran, penglihatan dan hati, semua akan dipertanggung jawabkan”)
Abdullah : “Saya telah berbuat
salah, maafkan saya.”
Wanita tua : “Laa tastriiba ‘alaikumul yauum,
yaghfirullahu lakum.” (QS.Yusuf : 92) (“Pada
hari ini tidak ada
cercaan untuk kamu, Allah telah mengampuni kamu”)
Abdullah : “Bolehkah saya
mengangkatmu untuk naik ke atas untaku ini untuk melanjutkan
perjalanan, karena
anda akan menjumpai kafilah yang di depan.”
Wanita tua : “Wa maa taf’alu min khoirin ya’lamhullah.” (QS Al-Baqoroh : 197)
(“Barang
siapa mengerjakan
suatu kebaikan, Allah mengetahuinya”)
Lalu wanita tua ini
berpaling dari untaku, sambil berkata :
Wanita tua : “Qul lil mu’miniina yaghdudhu min
abshoorihim.” (QS. An-Nur : 30)
(“Katakanlah pada
orang-orang mukminin tundukkan pandangan mereka”)
Maka saya pun
memejamkan pandangan saya, sambil mempersilahkan ia mengendarai
untaku. Tetapi
tiba-tiba terdengar sobekan pakaiannya, karena unta itu terlalu tinggi baginya.
Wanita itu berucap
lagi.
Wanita tua : “Wa maa ashobakum min
mushibatin fa bimaa kasabat aidiikum.” (QS. Asy-
Syura’ 30) (“Apa saja yang menimpa
kamu disebabkan perbuatanmu sendiri”)
Abdullah : “Sabarlah sebentar,
saya akan mengikatnya terlebih dahulu.”
Wanita tua : “Fa fahhamnaaha
sulaiman.” (QS. Anbiya’ 79) (“Maka kami telah memberi
pemahaman pada nabi
Sulaiman”)
Selesai mengikat unta
itu saya pun mempersilahkan wanita tua itu naik.
Abdullah : “Silahkan naik
sekarang.”
Wanita tua : “Subhaanalladzi
sakhkhoro lana hadza wa ma kunna lahu muqriniin, wa inna ila
robbinaa munqolibuun.” (QS. Az-Zukhruf :
13-14) (“Maha suci Tuhan yang telah
30
menundukkan semua ini
pada kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya
kami akan kembali pada
tuhan kami”)
Saya pun segera memegang
tali unta itu dan melarikannya dengan sangat kencang. Wanita
tua itu berkata lagi.
Wanita tua : “Waqshid fi masyika
waghdud min shoutik” (QS. Lukman : 19) (“Sederhanakan
jalanmu dan
lunakkanlah suaramu”)
Lalu jalannya unta itu
saya perlambat, sambil mendendangkan beberapa syair, Wanita tua itu
berucap.
Wanita tua : “Faqraa-u maa tayassara
minal qur’aan” (QS. Al- Muzammil : 20) (“Bacalah
apa-apa yang mudah
dari Al-Qur’an”)
Abdullah : “Sungguh anda telah
diberi kebaikan yang banyak.”
Wanita tua : “Wa maa yadzdzakkaru
illa uulul albaab.” (QS Al-Baqoroh : 269) (“Dan
tidaklah mengingat
Allah itu kecuali orang yang berilmu”)
Dalam perjalanan itu
saya bertanya kepadanya.
Abdullah : “Apakah anda mempunyai
suami?”
Wanita tua : “Laa tas-alu ‘an asy ya-a in tubda
lakum tasu’kum” (QS. Al-Maidah : 101)
(“Jangan kamu menanyakan
sesuatu, jika itu akan menyusahkanmu”)
Ketika berjumpa dengan
kafilah di depan kami, saya bertanya kepadanya.
Abdullah : “Adakah orang anda
berada dalam kafilah itu?”
Wanita tua : “Al-maalu wal banuuna
zinatul hayatid dunya.” (QS. Al-Kahfi : 46) (“Adapun
harta dan anak-anak
adalah perhiasan hidup di dunia”)
Baru saya mengerti
bahwa ia juga mempunyai anak.
Abdullah : “Bagaimana keadaan
mereka dalam perjalanan ini?”
Wanita tua : “Wa alaamatin wabin
najmi hum yahtaduun” (QS. An-Nahl : 16) (“Dengan
tanda bintang-bintang
mereka mengetahui petunjuk”)
Dari jawaban ini dapat
saya fahami bahwa mereka datang mengerjakan ibadah haji
mengikuti beberapa
petunjuk. Kemudian bersama wanita tua ini saya menuju perkemahan.
Abdullah : “Adakah orang yang akan
kenal atau keluarga dalam kemah ini?”
Wanita tua : “Wattakhodzallahu
ibrohima khalilan” (QS. An-Nisa’ : 125) (“Kami jadikan
ibrahim itu sebagai
yang dikasihi”) “Wakallamahu musa takliima” (QS. An-Nisa’ : 146)
(“Dan Allah berkata-kata
kepada Musa”) “Ya yahya khudil kitaaba biquwwah” (QS. Maryam
: 12) (“Wahai Yahya
pelajarilah alkitab itu sungguh-sungguh”)
Lalu saya memanggil
nama-nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya Yahya, maka keluarlah
anak-anak muda yang
bernama tersebut. Wajah mereka tampan dan ceria, seperti bulan yang
baru muncul. Setelah
tiga anak ini datang dan duduk dengan tenang maka berkatalah wanita
itu.
31
Wanita tua : “Fab’atsu ahadaku bi
warikikum hadzihi ilal madiinati falyandzur ayyuha azkaa
tho’aaman fal ya’tikum bi rizkin minhu.” (QS. Al-Kahfi : 19) (“Maka suruhlah salah
seorang
dari kamu pergi ke
kota dengan membawa uang perak ini, dan carilah makanan yang lebih
baik agar ia membawa
makanan itu untukmu”)
Maka salah seorang
dari tiga anak ini pergi untuk membeli makanan, lalu
menghidangkan di
hadapanku, lalu perempuan tua itu berkata :
Wanita tua : “Kuluu wasyrobuu hanii’an bima aslaftum fil
ayyamil kholiyah” (QS. Al-
Haqqah : 24) (“Makan dan minumlah
kamu dengan sedap, sebab amal-amal yang telah kamu
kerjakan di hari-hari
yang telah lalu”)
Abdullah : “Makanlah kalian
semuanya makanan ini. Aku belum akan memakannya
sebelum kalian
mengatakan padaku siapakah perempuan ini sebenarnya.”
Ketiga anak muda ini
secara serempak berkata :
“Beliau adalah orang tua kami. Selama empat
puluh tahun beliau hanya berbicara
mempergunakan ayat-ayat Al-Qur’an, hanya
karena khawatir salah bicara.”
Maha suci zat yang
maha kuasa terhadap sesuatu yang dikehendakinya. Akhirnya
saya pun berucap :
“Fadhluhu yu’tihi man yasyaa’ Wallaahu dzul
fadhlil adhiim.” (QS. Al-Hadid : 21)
(“Karunia Allah yang diberikan kepada orang
yang dikehendakinya, Allah adalah
pemberi karunia yang besar”)
[Disarikan oleh: DHB Wicaksono, dari kitab
Misi Suci Para Sufi, Sayyid Abubakar bin
Muhammad Syatha, hal. 161-168] dari Situs
Al-Muhajir
Shared By Kisah Penuh Hikmah
http://virouz007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar